Meninjau Ulang Tenggang Pemanggilan Perkara Ghaib Perceraian
Oleh : Drs.Suyad,MH. (Hakim Pengadilan Agama Tulungagung)
Oleh : Drs.Suyad,MH. (Hakim Pengadilan Agama Tulungagung)
Pendahuluan Tata cara pemanggilan pihak perkara secara umum
telah diatur antara lain dalam pasal 122, 165, 285, 388,390 HIR, 718 RB.g. dan
pasal 1868 BW. dan masih ada di peraturan yang lainya. Sedangkan khusus perkara
perceraian untuk pihak yang gaib (alamat tidak jelas), telah di atur dalam UU.
No.1 tahun 1974 dan PP. No. 9 tahun 1975.
Menurut pasal 20 (2) PP.No.9/75 : “Dalam hal tempat kediaman
Tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman
tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman
penggugat”. Sedangkan pasal 27 (1) “Apabila tergugat berada dalam keadaan
seperti tersebut pasal 20 (2) panggilan dilakukan dengan cara menempelkan
gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu
atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh pengadilan.
Ayat ke 2 nya, pengumuman seperti ayat 1 tersebut di lakukan sebanyak dua kali
dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. Ayat ke 3
nya Tengang waktu antara panggilan terakhir sebagai yang dimaksud ayat 2)
dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan. Dan ayat ke
(4) dalam hal sudah dilakukan sebagaimana maksud ayat (2) dan tergugat atau
kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali
apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan.
Pembahasan Semestinya Pemanggilan Ghaib (pihak yang tak
diketahui alamatnya secara jelas) dalam perkara perkawinan, sudah saatnya di
revisi, mengingat aturan itu diatur dengan PP. No.9/1975, hingga kini lebih
kurang sudah 34 tahun lamanya. Apabila kita menengok masa lalu, pada saat
lahirnya peraturan itu, kami masih sekolah kelas 1 SD, alat komunikasi yang ada
di Desa umumnya hanya Radio dan surat, Surat kabar masih sangat jarang dan yang
mempunyai TV satu kecamatan hanya ada satu atau dua orang . Jalan-jalan di desa
belum di asfal seperti sekarang, Listrik dan telpon belum masuk desa dan
sebagainya. Jadi sangat relevan peraturan itu di berlaku pada zaman yang masih
serba ketinggalan seperti itu.
Akhir-akhir ini teknologi informasi sudah begitu canggihnya,
kini hampir tiap orang memiliki HP (Hand Pone), tiap rumah sudah memiliki TV
bahkan sudah banyak yang memiliki internet, jalan-jalan yang menuju antar desa
sudah relative bagus dan enak dilewati dan seterusnya. Mengingat dan menimbang,
zaman sudah serba moderen, maka masa 4 bulan sudah tak relevan lagi masa kini,
ada beberapa suatu kejadian kasus setelah tahu dari pengumuman, dari pihak
tergugat/termohon, justru hadir ke Pengadilan minta dipercepat waktunya dari
masa 4 bulan itu dan karena terlalu lamanya antara jarak daftar dengan
persidangan kadang-kadang si pengaju tersebut lupa. Dalam hal ini ada pihak
tergugat atau termohon minta dipercepat persidangannya seperti contoh Perkara
No. 2262/Pdt.G/2011/PA-TA. dan No. 2260/Pdt.G/2011/PA-TA Hal ini pihak
Tergugat/termohon semula gaib, lalu ia mengetahui, selanjutnya mereka kedua
pihak datang Ke pengadilan, meminta diajukan hari persidangannya.
Jangka persidangan yang lama itu rasanya sudah tidak tepat dan
dapat dikatakan kurang meperhatikan kepentingan Pengaju dan justru berlebihan
dalam memperhatikan kepentingan Tegugat/termohon. Dengan demikian dapat juga
pengadilan dinilai berat sebelah sama artinya kurang adil. Menurut pendapat
Drs. H.Ruslan Harunar Rasyid, SH,MH. Dari masa 4 bulan, dirubah menjadi 1 bulan
14 hari saja, idialnya pengumuman I dengan pengumuman ke II jangka waktu 14
hari, lalu jarak waktu dengan persidangan perdana adalah 1 bulan. (Vide Suara
Uldilag, 5 September 2004).
Oleh karena itu menurut hemat kami dari masa 4 bulan di rubah
menjadi 2 bulan saja, rasanya pengurangan separuh harga sudah cukup idial dan
tidak terlalu drastis. Kiranya Patut kita ingat, bahwa PP. (Peraturan
Pemerintah) itu hirarkisnya dibawah UU (Undang-Undang), untuk menyingkat waktu
maka cukuplah MA (Mahkamah Agung) cq BADILAG yang melakukan Judicial review
terhadap pasal terkait dengan menerbitkan Peraturan MA. Atau entah apa namanya
aturan itu untuk menjadi pedoman para Hakim. Oleh karena apabila menanti revisi
atau perubahan dari pihak yang paling berkompeten yakni Eksekutif dan
Legislatif, rasanya terlalu lama. Dengan membaca gejala-gejala yang ada dan
sikond saat ini rasanya belum muncul tanda-tanda, bahwa pihak yang terkait itu,
tergelitik untuk merevisi atau merubah terhadap UU. No.1/1974 dan PP.
No.9/1975. Bahwasannya MA berwenang menguji Perpu (Peraturan Perundang-Undangan,
jika Perpu tersebut bertentangan dengan UU yang sudah ada dapat dinyatakan
tidak sah (dibatalkan) , karena Perpu hirarkisnya dibawah UU. Hal ini bisa
lihat pada UUD 1945 pasal 24 A(i) dan UU. No. 4 tahun 2004 pasal 11 ayat 2 b.
yang berbunyi : “Mahkamah Agung mempunyai kewenangan menguji peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang”. Demikian
juga sekedar untuk diingat, menurut Ketetapan MPR RI No. III/MPR/2000 pasal 2,
mengenai tata urutan peraturan perundangan Indonesia, sebagai berikut : 1. UUD
1945; 2. Ketetapan MPR RI; 3. UU; 4. Perpu; 5; PP; 6. Kepres; 7. Perda.. Suatu
gambaran perjalanan persidangan perkara yang pihak tergugat/termohon tidak
diketahui alamatnya jika pasal tersebut sudah direvisi sesuai usulan penulis:
Andai Penggugat/Pemohon daftar perkara tanggal 2 Januari 2012, panggilan atau
pengumuman pertama untuk Tergugat ataupun Termohon yang ghaib, dapat
dilaksanakan oleh Jurusita pada tanggal 10 Januari 2012 dan pengumuman kedua 10
Februari 2012 lalu sidang perdananya tanggal 10 Maret 2012. Sedangkan jika
berpedoman dengan pasal 27 PP.No.9/75, apabila daftar perkara tanggal 2 Januari
2012, jangka waktu pemanggilan ke 1 dapat dilalukan pada tanggal 10 Januari
2012. panggilan ke 2 untuk Tergugat/Termohon tanggal 10 Pebruari 2012 dan
sidang perdananya 10 Mei 2011.
Sebenarnya semua Hakim sudah maklum, bahwa hakim itu bukan
corong undang-undang, kebebasan dan kemandiriannya telah dijamin dengan
undang-undang pula bahkan diharapkan pula untuk menggali nilai-nilai dalam
masyarakat untuk menciptakan hukum (Judge Made law) untuk memberi rasa adil
kepada masyarakat.
Merupakan Salah Satu Solusi Mengurangi Tumpukan Perkara Asas
peradilan kita adalah sederhana, cepat dan ringan, di Pengadilan Agama
khususnya di Tulungagung dan umumnya di PA yang pernah penulis ketahui, bahwa
rata-rata perkara ghaib per tahun kurang lebih 25 % dari perkara non gaib.
Dengan demikian, jika Pengadilan telah menerapkan pemanggilan semula tengang
waktu 4 bulan, berubah menjadi 2 bulan, maka sudah otomatis dapat mengurangi
tumpukan perkara yang ada di Pengadilan, sehingga dapat mempercepat selesainya
perkara.
Tehnis Pemanggilan Perkara perceraian Yang Gaib Kelaziman
pemanggilan bagi pihak yang tidak diketahui alamatnya, berpedoman dengan pasal
27 PP.No.9/75 yakni di tempel di Papan Pengumuman Pengadilan Agama setempat dan
diumumkan melalui Radio Daerah setempat sebanyak dua kali. Untuk PA.
Tulungagung pihak pengaju diharuskan membawa surat keterangan dari Desa
setempat, yang pokok isinya pihak Tergugat/Termohon sudah sekian lama tidak
diketahui secara jelas dan ditambah di umumkan pada Website Pengadilan Agama
Tulungagung. Kenapa diharuskan membawa surat keterangan Desa, hal itu sekaligus
berfungsi sebagai memperluas jangkauan pengumuman, sebagaimana amanat pasal 27
(1) di atas, di samping diumumkan lewat Radio, papan pengumuman PA dan Website
PA. Tentunya Kepala Desa setelah ada warga yang minta keterangan bahwa ada
warganya yang hilang (salah satu dari pihak suami atau isteri), paling tidak akan
mengimformasikan kepada anak buahnya dan diteruskan kepada masyarakat luas di
Desanya.
Muncul pertanyaan, kenapa masih memakai mas media yang berupa
Radio, tidak memilih mas media yang lain? Bukankah itu sudah kuno dan sudah
banyak ditinggalkan oleh masyarakat pada umumnya? Seharusnya memang sudah
waktunya difikir ulang dan dan dikaji secara matang serta didiskusikan yang
melibatkan banyak pihak terutama para pucuk pimpinan dan para hakim atau fakar
hukum yang lainnya. Radio dipilih, karena dari segi biaya paling murah dan pada
zaman dulu hanya itulah yang paling cocok, jika dibandingkan dengan mas media
yang lainnya. Kini peradaban sudah serba berubah, dari segi target sampai atau
tidak panggilan lewat radio itu, semstinya perlu diteliti dan dikaji lagi.
Andai telah diteliti dan dikaji lagi, berkesimpulan “masih layak” memakai Radio
sebagai alat pemanngilan ghaib, penulis menyarankan, agar jadwal sidang perkara
gaib itu ditempel di Website resmi PA stempat, disamping sebagaimana biasanya,
dan dengan tidak menghapusnya sebelum perkara itu BHT (Berkekuatan Hukum
Tetap). Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas menurut hemat penulis masa 4
bulan bukan waktu yang pendek untuk masa kini, meskipun demikian para Hakim
dipersilakan untuk merenung, berfikir (berijtihad) untuk menentukan dan
memutuskan suatu perkara dengn cepat dan tepat namun yang harus di ingat
dalam-dalam bahwa hakim memutus perkara itu : “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” bukan: “Demi Yang Lain-lainnya”. Semoga tulisan yang
sederhana ini, menjadi renungan kita bersama dan ada manfaatnya.
Sumber : www.badilag.net
Tags:artikel
hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar