Selasa, 14 Maret 2017



 MMENANTI REVISI  DELIK ZINA  UNTUK MENGURANGI  ASUSILA
Drs. Suyadi Hs Hakim PA Blitar
PENDAHULUAN
            Apabila mengikuti informasi dari berbagai mas media jenis kejahatan moral (kesusilaan)  seperti Prostitusi (pelacuran), perselingkuhan, perbuatan mesum yang berkedok  kawin sirri online dan semacamnya. Hal-hal tersebut  menurut penulis dapat di kategorikan  “perzinaan’. Perbuatan  itu  yang  semakin hari semakin meningkat. Mengutip dari Republika Co.Id Bandung, bahwa sekitar 30 %  prostitusi (pelacuran) di Indonesia melibatkan anak, hal itu terjadi juga di Jawa Barat.  Menurut  jawapos.com 22/6/2014 Pekerja Seks Komersial (PSK)  di Indonesia, yang terdata 230.000 yang tersebar di berbagai lokalisasi, lucunya pembeli seksnya sejummlah 6,7 juta. Lalu prostistitusi yang terselubung seperti di panti pijat dan kafe remang-remang,  diduga lebih banyak lagi. Menurut  sumber dari  kompasiana.com, pada tahun 2010 bahwa 80 % remaja putri di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pra nikah. Pada tahun 2002, bahwa  97,05 % dari 1.660  responden,  maha siswi di Yogjakarta   mengaku telah kehilangan keperawananya. Memang data tersebut memang sudah agak lama, dan tentu masih dapat diperdebatkan, namun minimal  itulah informasi tentang   potret sebagian masyarakat Indonesia. Maka dari itu muncullah rumusan masalah bagaimana cara merevisi delik zina dan mengurangi volume perzinaan di Indonesia.
Mengenal  Zina dan  Hukumannya

            Pengertian zina menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI) adalah 1. Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan);2. Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan isterinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.
Dalam pasal 284 (1) KUHP diancam pidana penjara paling lama 9 bulan; 1(a). Seorang pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahui pasal 27 BW. Berlaku baginya. 1(b). Seorang wanita telah kawin yang melakukan zina. 2 (a). Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa yang turut bersalah telah kawin;  2 (b). Seorang wanita tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW.  berlaku baginya.

Rasanya  terlalu ringan ancaman pada pasal di atas, jika dibanding dengan pasal 290 (3) KUHAPidana, pada pokoknya ancaman pidananya paling lama  7 tahun, bagi  melakukan cabul  atau bersetubuh di luar perkawinan. Mengapa demikian? Apakah setidak-tidaknya ancamannnya dipersamakan antara pasal 284 dengan pasal 290, atau diperberatlah supaya prostitusi, perselingkuhan (perzinaan) tidak semakin semarak di Indonesia ini.
Dalam RUU Hukum Materiil Peradilan Agama (RUUHMPA), pada Pasal 143 disebutkan, bahwa bagi yang tidak mencatatkan perkawinannya akan dikenai sanksi 6 bulan penjara dan denda 6 juta rupiah. Makanya banyak pihak mengkawatirkan masyarakat, jangan-jangan berprinsip mendingan berzina sekalian dari pada kawin sirri karena sanksinya relatif lebih ringan, yakni tiada dendanya dan ancamannya hanya maksimal 9 bulan dalam KUHP.
Beruntunglah RUUHMPA belum resmi menjadi Undang-Undang, meskipun pernah  masuk Prolegnas tahun 2010, sehingga masih ada waktu untuk harmonisasi dengan peraturan lainnya. Rasanya kurang tepat, bahwa ancaman pidana bagi kawin sirri yang ancaman pidanaanya lebih berat dari pada sanksi zina.

Sedangkan menurut sanksi pidana Islam bagi pezina bujangan, menurut surat An-Nur ayat 2:
Artinya: Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, maka deralah masing-masing mereka seratus kali dera/pukul. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada keduanya menghalangi kamu untuk menjalankan agama Allah, jika memang kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaa hukuman mereka itu disaksikan oleh sekumpulan orang yang beriman.
Sanksi pidana pelaku zina bagi yang pernah bersuami isteri: Hadis nabi SAW yang berbunyi:
Artinya: Orang yang sudah berumur, baik lelaki maupun perempuan, jika dia berzina, maka rajamlah mereka sampai mati sebagai imbalan dari  kelezatannya yang telah dicicipinya. (Fiqh Sunnah J.9 h. 102)
Adapun sanksi pidana zina muhshan dalam hukum pidana Islam adalah di rajam sampai mati, tentunya ada persyaratan tertentu, sedangkan bagi zina ghairu muhshan sanksi pidanya adalah di dera atau  dipukul 100 kali, lalu di asingkan ke luar negri atau luar kota dalam  perjalanan orang boleh menqasar sholat (81 KM). selama satu tahun.
Mengapa sanksi hukuman pelaku zina dalam Hukum Pidana Islam begitu menyeramkan jika dibanding  hukum kita ? Karena dengan perzinaan dampaknya sangat sangat luar biasa, bisa menimbulkan kerusakan yang besar, menghancurkan peradaban, menularkan beberapa penyakit seperti HIV, syphilis, gonorho dan sebagainya, merupakan salah satu penyebab terjadinya pembunuhan, menimbulkan broken home, menimbulkan aib keluarga, mengganggu perkembangan psikis anak keturunannya, mempersamakan dirinya dengan binatang, tindakan semacam ini wajarnya perbuatan binatang , bukan manusia yang mulia dan lain-lain.
Andai ketentuan sanksi zina dalam hukum islam, diadopsikan terhadap KUHP. Hal ini kiranya akan membuat bergetar bagi para Anak Baru Gede (ABG) atau siapapun orangnya  yang akan berbuat perzinaan , sehingga moral bangsa Indonesia akan di huni oleh penduduk yang bermoral budi luhur.
            Apabila dibandingkan sanksi pidana antara KUHP dengan Hukum pidana Islam, Jauh lebih berat Hukum pidana Islam, sehingga dimungkinkan akan menjerakan kepada pelaku dan pelajaran bagi calon pezina yang lainnya.   Dengan demikian pasal seperti yang terurai pada KUHP tentang zina, sudah seharusnya direvisi meskipun tidak persis seperti aturan dalam pidana zina dalam islam , namun harus diperberat ancamannya misalnya berupa denda yang berat atau  penjara 7  tahun ke atas.
Menyinggung  legeslasi (pembuatan hukum oleh yang berwenang). Hal itu erat sekali dengan politik hukum (legal policy), yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang meliputi: 1). Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; 2). Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Dari pengertian tersebut politik hukum meliputi proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan arah pembangunan  hukum .  ( baca: Politik Hukum di Indonesia oleh Mahfud MD. h. 9)
            Menjelang berakhirnya masa kepresidenan SBY pernah ada RUUKHP yang akan disahkan menjadi KHUHP baru, namun menurut hemat kami masih perlu penyempurnaan mengenai hukum materiilnya.  Untungnya belum disyahkan menjadi Undang-undang, sehingga masih ada lagi untuk menampung aspirasi dari 90 % pemeluk muslim, yang ingin ikut membangun hukum di Indonesia ini meskipun bukan hukum islam namanya.
Apabila melihat Buku II RUUKUHP Bagian Keempat tentang  Zina dan Perbuatan Cabul, pada Pasal 483 (1) “Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun: a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya; b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya; c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan; d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar. (3) Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28. (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.”
Dalam rumusan pasal 483 RUUKUHP itu nampaknya sudah ada suatu kemajuan jika dibanding dengan pasal 284 (1) KUHP.  Dari yang semula ancaman pidananya 9 bulan berubah menjadi 5 tahun.  Apabila memang  para anggota DPR sudah setuju atas RUUKUHP yang telah lama diidam-idamkan itu , dan kini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2015 ini, dengan demikian segera disyahkannya menjadi KUHP baru sebagai Undang-Undang produk Indonesia.
Paling tidak ada tiga cara untuk  merevisi terhadap delik zina, yaitu :
a.      Apabila ingin lebih cepat, sebagian masyarakat Indonesia harus mengajukan Yudisial Revieu kepada  Mahkamah Konstitusi (MK)  terkait Pasal Zina dalam KUHP.
b.     Dapat  juga  DPR Bersama Eksekutif merevisi  khusus terkait materi zina atau bahkan merevisinya terhadap KUHP secara total.
c.      RUUKUHP yang telah ada segera disahkah oleh pihak yang berwenang, karena materi zina sudah relatif lebih baik dari dari KUHP produk kolonial.
Kemudian cara mengurangi perbuatan mesum (asusila), antara lain sebagai berikut:
-        Ancaman hukuman zina harus diperberat dan Pemahaman dan pengamalan agamanya  perlu ditingkatkan.
-        Ancaman sanksi pelaku prostitusi, penyedia lokalisasi, Mucikari harus berat.
-        Menerapkan asas regulasi pernikahan tidak mempersulitnya atas nikah yang legal, cukup mengikuti ketentuan Undang-Undang Perkawinan .
-        Hendaknya para orang tua mempelai pria dan wanita atau siapapun  juga, jangan terlalu membikin suasana berat terkait pernikahan,misalnya menghendaki resepsi nikah yang mewah, lalu memakan biaya yang berjuta-juta bahkan hingga milyaran. Padahal biaya nikah di kantor KUA gratis dan Rp 600.000,00 jika mengundang penghulunya.(PP.No.48 Tahun 2014)
-        Bagi  remaja yang   belum mampu lahir batin untuk nikah hendaknya sering berpuasa, hindari melihat porno grafi ataupun porono aksi. Begitu juga bagi yang sudah dewasa yang jauh dari pasangannya.Kurangi melihat porno grafi dan porno aksi.
            Penulis sebagai  salah satu anak bangsa sangat mengaharapkan  perbaikan terhadap delik zina dalam KUHP,  mengingat jumlah perzinaan di Indonesia luar biasa banyaknya. Apabila dimungkinkan dirubah dari delik aduan menjadi delik umum dan dari ancaman pidana 9 bulan ditambah lebih berat misalnya menjadi  7 tahun ke atas. Semoga pembahasan yang sangat  sederhana ini ada manfaatnya, Amin.


                        














DAFTAR BACAAN

Ahmad Hanafi, MA., Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Bulan Bintang,
Tahun 2005.
Ahmad Hanafi, MA., Pengantar dan Syari'at Hukum Islam, Jakarta, Bulan
Bintang, tahun  2004.
Ahmad bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari, Sarah Shahih Al-Imam Abi
Abdillah Muhammad Ismail Al-Bukahari jus 12, Sirkah Iqamatuddin, Dirjenbapera, Depag RI Jakarta,th. 1991.
Amir Syarifuddin , Prof., Dr., Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta, Prenada
Media, th. 2003.
Anwar Harjono,    Dr., SH., Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya, Jakarta,
Bulan Bintang, th.2004.
Artidjo Alkostar, SH., M.Sholeh Amin, SH., Pembangunan Hukum dalam
Perspektif Politik Hukum Nasional, Jakarta, CV. Rajawali, tahun 1985.
David E. Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta, CV. Rajawali, th.1977.
Mohammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, Alih Bahasa M.
Imrani, Surabaya: PT. Bina Ilmu, th. 1979.
Kansil, C,S,T.,Drs.,SH., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, th. 1989.
Moh.Mahfud MD, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta, PT Pustaka
LP3ES Indonesia, th. 1998.
Moh. Daud Ali, H. Dr., SH. Hukum Islam dan Masalahnya Di Indonesia, IAIN
Jakarta, th.1993.
Masjfuk Zuhdi, Drs., Masail Fiqhiyah Kapita Selekta hukum Islam,
Jakarta, CV.Haji Masagung, th. 1989.
Moeljatno, Prof. SH., KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Jakarta, Bumi Aksara, th. 1992.
Muhammad Amin Suma, Prof. Hukum Keluarga Islam di Dunia
Muin Umar, Drs., Asymuni A. Rahman, H., Drs., Tolchah Mansoer,
Dr.,H.,SH., Kamal Muchtar, H., Drs., Zuhri Hamid, Drs., Dahwan, H.,Drs., Ushul Fiqih, Jakarta, Depag RI, th. 1985.
Rifyal Ka'bah, Dr., MA., Penegakan Syari'at Islam di Indonesia, Penerbit
Khairul Bayan, Jakarta, th. 2004.
Roihan A. Rasyd, H. Drs, SH. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta, CV.
Rajawali, th. 1991.
Suara Uldilag, Vol.II No. 53 September 2004, Mahkamah Agung RI
Lingkungan Peradilan Agama,  Jakarta, th. 2004
R. Soehadi, SH., Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Surabaya,
Apollo Surabaya, tanpa tahun.
Romli Atmasasmita, Prof.,Dr.,SH.,LL.M., Kapita Selekta Hukum
Pidana International, Bandung, CV. Utomo,th. 2004.
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah, juz III, Dar al-fikr, Beirut, th.  1980
http://www kompasiana.com,
http://Republika Co.Id Bandung





























           



Tidak ada komentar:

Posting Komentar