MMENANTI REVISI DELIK ZINA UNTUK MENGURANGI ASUSILA
Drs. Suyadi Hs Hakim PA Blitar
PENDAHULUAN
Apabila mengikuti informasi
dari berbagai mas media jenis kejahatan moral (kesusilaan) seperti Prostitusi (pelacuran), perselingkuhan,
perbuatan mesum yang berkedok kawin
sirri online dan semacamnya. Hal-hal tersebut menurut penulis dapat di kategorikan “perzinaan’. Perbuatan itu yang
semakin hari semakin meningkat. Mengutip dari Republika Co.Id Bandung, bahwa
sekitar 30 % prostitusi (pelacuran) di
Indonesia melibatkan anak, hal itu terjadi juga di Jawa Barat. Menurut
jawapos.com 22/6/2014 Pekerja Seks Komersial (PSK) di Indonesia, yang terdata 230.000 yang
tersebar di berbagai lokalisasi, lucunya pembeli seksnya sejummlah 6,7 juta.
Lalu prostistitusi yang terselubung seperti di panti pijat dan kafe
remang-remang, diduga lebih banyak lagi.
Menurut sumber dari kompasiana.com, pada tahun 2010 bahwa 80 %
remaja putri di Ponorogo pernah melakukan hubungan seks pra nikah. Pada tahun
2002, bahwa 97,05 % dari 1.660 responden, maha siswi di Yogjakarta mengaku telah kehilangan keperawananya.
Memang data tersebut memang sudah agak lama, dan tentu masih dapat
diperdebatkan, namun minimal itulah
informasi tentang potret sebagian
masyarakat Indonesia. Maka dari itu muncullah rumusan masalah bagaimana cara
merevisi delik zina dan mengurangi volume perzinaan di Indonesia.
Mengenal Zina dan Hukumannya
Pengertian zina menurut Kamus Besar Indonesia (KBBI)
adalah 1. Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak
terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan);2. Perbuatan bersenggama seorang
laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan
isterinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang
laki-laki yang bukan suaminya.
Dalam
pasal 284 (1) KUHP diancam pidana penjara paling lama 9 bulan; 1(a). Seorang
pria telah kawin yang melakukan zina, padahal diketahui pasal 27 BW. Berlaku
baginya. 1(b). Seorang wanita telah kawin yang melakukan zina. 2 (a). Seorang
pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa yang
turut bersalah telah kawin; 2 (b).
Seorang wanita tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal
diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW. berlaku baginya.
Rasanya terlalu ringan ancaman pada pasal di atas,
jika dibanding dengan pasal 290 (3) KUHAPidana, pada pokoknya ancaman pidananya
paling lama 7 tahun, bagi melakukan cabul atau bersetubuh di luar perkawinan. Mengapa
demikian? Apakah setidak-tidaknya ancamannnya dipersamakan antara pasal 284
dengan pasal 290, atau diperberatlah supaya prostitusi, perselingkuhan
(perzinaan) tidak semakin semarak di Indonesia ini.
Dalam RUU Hukum Materiil
Peradilan Agama (RUUHMPA), pada Pasal 143 disebutkan, bahwa bagi yang tidak
mencatatkan perkawinannya akan dikenai sanksi 6 bulan penjara dan denda 6 juta
rupiah. Makanya banyak pihak mengkawatirkan masyarakat, jangan-jangan
berprinsip mendingan berzina sekalian dari pada kawin sirri karena sanksinya
relatif lebih ringan, yakni tiada dendanya dan ancamannya hanya maksimal 9
bulan dalam KUHP.
Beruntunglah RUUHMPA belum
resmi menjadi Undang-Undang, meskipun pernah masuk Prolegnas tahun 2010, sehingga masih ada
waktu untuk harmonisasi dengan peraturan lainnya. Rasanya kurang tepat, bahwa
ancaman pidana bagi kawin sirri yang ancaman pidanaanya lebih berat dari pada
sanksi zina.
Sedangkan
menurut sanksi pidana Islam bagi pezina bujangan, menurut surat An-Nur ayat 2:
Artinya:
Perempuan yang berzina dan lelaki yang berzina, maka deralah masing-masing
mereka seratus kali dera/pukul. Dan janganlah kamu belas kasihan kepada
keduanya menghalangi kamu untuk menjalankan agama Allah, jika memang kamu
beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaa hukuman mereka
itu disaksikan oleh sekumpulan orang yang beriman.
Sanksi
pidana pelaku zina bagi yang pernah bersuami isteri: Hadis nabi SAW yang berbunyi:
Artinya:
Orang yang sudah berumur, baik lelaki maupun perempuan, jika dia berzina,
maka rajamlah mereka sampai mati sebagai imbalan dari kelezatannya yang telah dicicipinya.
(Fiqh Sunnah J.9 h. 102)
Adapun
sanksi pidana zina muhshan dalam hukum pidana Islam adalah di rajam sampai
mati, tentunya ada persyaratan tertentu, sedangkan bagi zina ghairu muhshan
sanksi pidanya adalah di dera atau
dipukul 100 kali, lalu di asingkan ke luar negri atau luar kota
dalam perjalanan orang boleh menqasar
sholat (81 KM). selama satu tahun.
Mengapa
sanksi hukuman pelaku zina dalam Hukum Pidana Islam begitu menyeramkan jika
dibanding hukum kita ? Karena dengan perzinaan dampaknya sangat
sangat luar biasa, bisa menimbulkan kerusakan yang besar, menghancurkan
peradaban, menularkan beberapa penyakit seperti HIV, syphilis, gonorho dan
sebagainya, merupakan salah satu penyebab terjadinya pembunuhan, menimbulkan
broken home, menimbulkan aib keluarga, mengganggu perkembangan psikis anak
keturunannya, mempersamakan dirinya dengan binatang, tindakan semacam ini wajarnya
perbuatan binatang , bukan manusia yang mulia dan lain-lain.
Andai
ketentuan sanksi zina dalam hukum islam, diadopsikan terhadap KUHP. Hal ini
kiranya akan membuat bergetar bagi para Anak Baru Gede (ABG) atau siapapun
orangnya yang akan berbuat perzinaan ,
sehingga moral bangsa Indonesia akan di huni oleh penduduk yang bermoral budi
luhur.
Apabila
dibandingkan sanksi pidana antara KUHP dengan Hukum pidana Islam, Jauh lebih
berat Hukum pidana Islam, sehingga dimungkinkan akan menjerakan kepada pelaku
dan pelajaran bagi calon pezina yang lainnya.
Dengan demikian pasal seperti yang terurai pada KUHP tentang zina, sudah
seharusnya direvisi meskipun tidak persis seperti aturan dalam pidana zina
dalam islam , namun harus diperberat ancamannya misalnya berupa denda yang berat atau penjara 7 tahun ke atas.
Menyinggung legeslasi (pembuatan hukum oleh yang
berwenang). Hal itu erat sekali dengan politik hukum (legal policy),
yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah Indonesia yang
meliputi: 1). Pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan
terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; 2).
Pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga
dan pembinaan para penegak hukum. Dari pengertian tersebut politik hukum
meliputi proses pembuatan dan pelaksanaan hukum yang dapat menunjukkan sifat
dan arah pembangunan hukum . ( baca: Politik Hukum di Indonesia oleh
Mahfud MD. h. 9)
Menjelang
berakhirnya masa kepresidenan SBY pernah ada RUUKHP yang akan disahkan menjadi
KHUHP baru, namun menurut hemat kami masih perlu penyempurnaan mengenai hukum
materiilnya. Untungnya belum disyahkan menjadi
Undang-undang, sehingga masih ada lagi untuk menampung aspirasi dari 90 %
pemeluk muslim, yang ingin ikut membangun hukum di Indonesia ini meskipun bukan
hukum islam namanya.
Apabila melihat Buku II RUUKUHP Bagian
Keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul,
pada Pasal 483 (1) “Dipidana karena zina, dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun: a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya; b. perempuan yang berada
dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan
suaminya; c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan
persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut
berada dalam ikatan perkawinan; d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan
melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut
berada dalam ikatan perkawinan; atau e. laki-laki dan perempuan yang
masing-masing tidak terikat dalam perkawinan yang sah melakukan persetubuhan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan
kecuali atas pengaduan suami, istri, atau pihak ketiga yang tercemar. (3)
Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan
Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 28. (4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama
pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.”
Dalam rumusan pasal 483 RUUKUHP itu
nampaknya sudah ada suatu kemajuan jika dibanding dengan pasal 284 (1) KUHP. Dari yang semula ancaman pidananya 9 bulan
berubah menjadi 5 tahun. Apabila
memang para anggota DPR sudah setuju
atas RUUKUHP yang telah lama diidam-idamkan itu , dan kini telah masuk dalam
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tahun 2015 ini, dengan demikian
segera disyahkannya menjadi KUHP baru sebagai Undang-Undang produk Indonesia.
Paling
tidak ada tiga cara untuk merevisi
terhadap delik zina, yaitu :
a.
Apabila
ingin lebih cepat, sebagian masyarakat Indonesia harus mengajukan Yudisial
Revieu kepada Mahkamah Konstitusi
(MK) terkait Pasal Zina dalam KUHP.
b.
Dapat juga
DPR Bersama Eksekutif merevisi
khusus terkait materi zina atau bahkan merevisinya terhadap KUHP secara
total.
c.
RUUKUHP
yang telah ada segera disahkah oleh pihak yang berwenang, karena materi zina
sudah relatif lebih baik dari dari KUHP produk kolonial.
Kemudian
cara mengurangi perbuatan mesum (asusila), antara lain sebagai berikut:
-
Ancaman
hukuman zina harus diperberat dan Pemahaman dan pengamalan agamanya perlu ditingkatkan.
-
Ancaman
sanksi pelaku prostitusi, penyedia lokalisasi, Mucikari harus berat.
-
Menerapkan
asas regulasi pernikahan tidak mempersulitnya atas nikah yang legal, cukup
mengikuti ketentuan Undang-Undang Perkawinan .
-
Hendaknya
para orang tua mempelai pria dan wanita atau siapapun juga, jangan terlalu membikin suasana berat
terkait pernikahan,misalnya menghendaki resepsi nikah yang mewah, lalu memakan
biaya yang berjuta-juta bahkan hingga milyaran. Padahal biaya nikah di kantor
KUA gratis dan Rp 600.000,00 jika mengundang penghulunya.(PP.No.48 Tahun 2014)
-
Bagi remaja yang
belum mampu lahir batin untuk nikah hendaknya sering berpuasa, hindari
melihat porno grafi ataupun porono aksi. Begitu juga bagi yang sudah dewasa
yang jauh dari pasangannya.Kurangi melihat porno grafi dan porno aksi.
Penulis
sebagai salah satu anak bangsa sangat
mengaharapkan perbaikan terhadap delik
zina dalam KUHP, mengingat jumlah
perzinaan di Indonesia luar biasa banyaknya. Apabila dimungkinkan dirubah dari
delik aduan menjadi delik umum dan dari ancaman pidana 9 bulan ditambah lebih
berat misalnya menjadi 7 tahun ke atas. Semoga
pembahasan yang sangat sederhana ini ada
manfaatnya, Amin.
DAFTAR BACAAN
Ahmad Hanafi, MA., Asas-Asas Hukum Pidana
Islam, Jakarta, Bulan Bintang,
Tahun
2005.
Ahmad
Hanafi, MA., Pengantar dan Syari'at Hukum Islam, Jakarta, Bulan
Bintang,
tahun 2004.
Ahmad
bin Ali bin Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari, Sarah Shahih Al-Imam Abi
Abdillah Muhammad Ismail Al-Bukahari jus 12,
Sirkah Iqamatuddin, Dirjenbapera, Depag RI Jakarta,th. 1991.
Amir
Syarifuddin , Prof., Dr., Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta, Prenada
Media,
th. 2003.
Anwar
Harjono, Dr., SH., Hukum Islam
Keluasan dan Keadilannya, Jakarta,
Bulan
Bintang, th.2004.
Artidjo
Alkostar, SH., M.Sholeh Amin, SH., Pembangunan Hukum dalam
Perspektif
Politik Hukum Nasional, Jakarta, CV. Rajawali, tahun 1985.
David E.
Apter, Pengantar Analisa Politik, Jakarta, CV. Rajawali, th.1977.
Mohammad
Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, Alih Bahasa M.
Imrani,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, th. 1979.
Kansil,
C,S,T.,Drs.,SH., Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum
Indonesia,
Jakarta, Balai Pustaka, th. 1989.
Moh.Mahfud
MD, Politik Hukum Di Indonesia, Jakarta, PT Pustaka
LP3ES Indonesia, th. 1998.
Moh.
Daud Ali, H. Dr., SH. Hukum Islam dan Masalahnya Di Indonesia, IAIN
Jakarta, th.1993.
Masjfuk
Zuhdi, Drs., Masail Fiqhiyah Kapita Selekta hukum Islam,
Jakarta, CV.Haji Masagung, th. 1989.
Moeljatno,
Prof. SH., KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Jakarta, Bumi Aksara, th. 1992.
Muhammad
Amin Suma, Prof. Hukum Keluarga Islam di Dunia
Muin
Umar, Drs., Asymuni A. Rahman, H., Drs., Tolchah Mansoer,
Dr.,H.,SH., Kamal Muchtar, H., Drs., Zuhri
Hamid, Drs., Dahwan, H.,Drs., Ushul Fiqih, Jakarta, Depag RI, th. 1985.
Rifyal
Ka'bah, Dr., MA., Penegakan Syari'at Islam di Indonesia, Penerbit
Khairul Bayan, Jakarta, th. 2004.
Roihan
A. Rasyd, H. Drs, SH. Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta, CV.
Rajawali, th. 1991.
Suara
Uldilag, Vol.II No. 53 September 2004, Mahkamah Agung RI
Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, th. 2004
R.
Soehadi, SH., Hukum Acara Pidana Dalam Praktek, Surabaya,
Apollo Surabaya, tanpa tahun.
Romli
Atmasasmita, Prof.,Dr.,SH.,LL.M., Kapita Selekta Hukum
Pidana International,
Bandung, CV. Utomo,th. 2004.
Sayid
Sabiq, Fiqih Sunnah, juz III, Dar al-fikr, Beirut, th. 1980
http://www kompasiana.com,
http://Republika Co.Id Bandung